Senin, 03 Januari 2011

Makalah Kebidanan


WANITA DIPANDANG DARI STATUS DAN NILAI

            Studi Kependudukan atau disebut juga population studies merupakan rantai penghubung antara demografi dan bidang studi lainnya (seperti: sosiologi, antropologi, ekonomi, psikologi atau kedokteran). Dalam studi kependudukan, biasanya kaitan antara factor-faktor social dan factor-faktor demografi secara timbale bail selalu disoroti. Sejalan dengan pernyataan tersebut maka tulisan ini akan membahas isu status wanita dari perspektif kajian kependudukan. Persoalan ini harus dipandang penting, karena alasan bahwa usaha-usaha peningkatan status wanita akhir-akhir ini kian memperoleh perhatian yang serius dari tahun ke tahun terutama kaitannya dengan kebijakan penurunan fertilitas.
            Oleh karena itu maka hal-hal yang berkaitan dengan masalah status wanita adalah tentang isu:
  1. Pemilihan jenis kelamin, nilai anak perempuan dan aturan fertilitas
  2. Migrasi wanita
  3. Siklus Kehidupan wanita
  4. Pekerja Wanita, otonomi dan keluarga berencana

1. Pemilihan Jenis Kelamin, Nilai Anak Perempuan, dan Aturan Fertilitas
A. Preferensi Jenis Kelamin Anak
            Mayoritas budaya masyarakat di dunia ini memang menunjukkan kecenderungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak laki-laki, dibandingkan anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki ini terutama terjadi di kalangan budaya orang-orang islam, cina, india, dan di indonesia, budaya ini ditemukan pada masyarakat Batak, dan Bali.
            Secara analitis hubungan antara nilai anak dan status wanita tersebut menurut Peter Hagul (1985:16), dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Hubungan tidak langsung, artinya apabila anak tetap mempunyai nilai tinggi bagi orang tuanya, maka fertilitas tetap tidak akan turun. Jika fertilitas tidak turun, itu artinya wanita akan sulit dibebaskan dari peran domestik (peran ibu rumah tangga) dan itu juga akan berarti kian sulit memperbaiki atau meningkatkan status ibu yang sudah rendah tersebut.
2.      Hubungan antara status wanita dan nilai anak dalam hal preferensi jenis kelamin. Artinya apakah orang tua lebih suka anak laki-laki ataukah anak perempuan, maka upaya untuk membentuk keluarga kecil yang sejahtera, diperkirakan akan mengalami kendala, jika dalam sebagian besar budaya masyarakat masih ada preferensi jenis kelamin semacam itu.
3.      Hubungan antara nilai anak dan status wanita berikutnya adalah: pandangan orang tua dan masyarakat terhadap peran seorang anak laki-laki dibanding peran anak perempuan. Dalam masyarakat yang beranggapan bahwa, wanita hanya akan menjadi istri dan bekerja di dapur saja, maka anak laki-laki selalu diberi kesempatan lebih besar untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi dibanding anak perempuan.
Preferensi seks pada anak hanya akan berpengaruh pada tingkat fertilitas, jika sudah mencapai suatu tingkat pertimbangan yang besar terhadap pengendalian fertilitas.

B. Nilai Anak Perempuan
            Cukup banyak perhatian yang diberikan para ahli untuk menjawab tantangan tentang, apa yang akan terjadi jika para orang tua dengan mudah dapat memilih jenis kelamin anak-anaknya. Tidak seperti dewasa ini, ada teknologi USG yang canggih, pada saat itu hanya ada satu cara untuk menentukan jenis kelamin janin yakni lewat analisis cairan amniotic ketika janin dalam kandungan ibu masih berumur 12-16 minggu, dan kemudian melakukan pengguguran janin apabila jenis kelaminnya tidak dikehendaki.
            Beberapa ahli mengemukakan bahwa upaya mempengaruhi jenis kelamin anak juga dimungkinkan dengan cara memperhatikan secara khusus waktu dan posisi saat melakukan hubungan kelamin (coitus), sekalipun hasil yang diperoleh melalui cara ini kurang begitu meyakinkan.
Pengaruh faktor sosial cukup dramatis bila hanya berkeinginan untuk membesarkan anak laki-laki saja, sekalipun belum jelas apakah hal ini akan membawa akibat pada kian meningkatnya status wanita atau sebaliknya.

C. KB Sebagai Isu Pejuang Hak Wanita
            Selama ini banyak bukti menunjukkan diskriminasi seksual sangat nyata dalam usaha pengaturan kelahiran. Stycos (1981) melihat bahwa pendekatan Keluarga Berencana telah dibenturkan oleh feminist bias. Wanita dianggap lebih mudah menerima program KB (memakai alat kontrasepsi) dan karena itu upaya menanamkan motivasi ikut program KB lebih diarahkan kepada wanita.
            Dalam metode kontrasepsi terdapat konflik antara kebutuhan dan kepentingan wanita pada berbagai tingkat perkembangan dan kemakmuran. Di beberapa negara ada gerakan wanita yang tidak puas dengan resiko kesehatan yang dihubungkan dengan kontrasespi hormonal, dan keinginan wanita memiliki kontrol yang lebih besar terhadap bentuk tubuh ideal yang diinginkan.

D. Aturan Fertilitas
            Meskipun banyak upaya penelitian yang telah dilakukan untuk mencatat pemakaian kontrasepsi individual ini, ternyata masih sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap masalah preferensi relatif untuk metode, mengapa pasangan-pasangan tertentu lebih memilih memakai metode pria saja, mengapa yang lain tidak. Sterilisasi mungkin merupakan cara yang paling luas dipakai untuk mengendalikan fertilitas di seluruh dunia. Sterilisasi pria adalah merupakan operasi sederhana yang dapat dilakukan hampir dimana saja.
            Kontrasepsi berupa alat yang efektif yang tersedia dalam bentuk pil dan suntikan hormonal serta alat yang ditempatkan dalam uterus semua adalah metode kontrasepsi wanita. Metode kontrasepsi laki-laki yang paling efektif sebenarnya adalah kondom yang hanya berhasil jika dipakai laki-laki dengan tingkat kesadaran dan disiplin yang tinggi. Sebagian besar dari penelitian metode baru kontrasepsi adalah metode kontrasepsi wanita. Hal ini desebabkan secara biologik lebih mudah mencegah produksi satu telur setiap bulan pada wanita dibandingkan mengendalikan jutaan sperma dalam sekali ejakulasi.

2. Migrasi Wanita
            Mobilitas yang meningkat merupakan salah satu akibat, sekaligus indikator modernisasi. Mobilitas yang tinggi sering dipandang sebagai indikator atau pertanda kemajuan, dan bagi mereka yang kurang hati-hati memahami dapat menimbulkan kecenderungan melihat mobilitas hanya dari aspek yang baik-baik saja. Rihani (dikutip Hellen Were, 1981) menyimpulkan penelitian migrasi wanita menunjukkan hasil:
1.      Karena suami bermigrasi ke kota, wanita mempunyai peranan lebih besar dalam mengambil keputusan rumah tangganya.
2.      Migrasi telah memberikan peranan yang lebih besar pada wanita, karena pekerjaan wanita kini mendapatkan imbalan uang.
3.      Dengan semakin terlibatnya wanita dalam kegiatan ekonomi, kontak dan komunikasi wanita menjadi semakin luas dan seterusnya mendorong kesadaran politiknya.
4.      Migrasi ke kota telah mempengaruhi bentuk dan isi dari sistem kekerabatan yang berlaku dalam keluarga migran.    

A. Teori Migrasi Wanita
            Perpindahan wanita biasanya terjadi dalam jarak dekat, sedangkan laki-laki berpindah dalam jarak jauh. Biasanya kaum wanita hanya pergi ke kota dekat tempat asal. Bogue (1969) berpendapat perpindahan lebih ditentukan oleh tingkat perkembangannya. Pada awal perkembangan, yang lebih dulu pindah adalah laki-laki. Ini karena resiko yang harus dihadapi di daerah baru sangat tinggi, juga karena tradisi mulanya wanita selalu dilarang ikut. Setelah perpindahan menjadi rutin dan umum dilakukan, laki-laki kemudian menetap di daerah itu, maka wanita mulai ikut bermigrasi.


B. Motif-Motif Bermigrasi
            Umumnya orang menganggap perpindahan wanita terjadi karena mengikuti orang tua atau suami. Sebab lainnya antara lain:
-         Perpindahan wanita karena suami pindah
-         Karena pernikahannya tidak bahagia
-         Karena hamil diluar nikah dan diusir masyarakatnya
-         Karena menghindari beban berat kehidupan rumah tangganya, dsb.

3. Siklus Kehidupan Wanita
            Siklus kehidupan adalah serangkaian kejadian dalam kehidupan seseoraang, mulai dari lahir, tumbuh remaja, dewasa, menikah, punya anak, menjadi orang tua, migrasi dan kemudian mati. Umumnya penelitian tentang siklus kehidupan ini meliputi keluarga dan bukan mengenai kehidupan salah satu jenis kelamin saja.
Dengan perbedaan perkembangan dan transisi demografi, kehidupan wanita akan berubah lebih radikal daripada pria. Hal itu disebabkan faktor perubahan waktu dan frekuensi kejadian akan langsung berpengaruh terhadap kehidupan wanita, terutama dalam kehidupan sosialnya yang dapat ditiru, misalnya dari orang tua atau dari pamannya, untuk dijadikan tolok ukur dalam perkembangan kehidupannya.

4. Wanita Bekerja, Otonomi dan Keluarga Berencana
            Konsep bekerja disini menunjuk pada kegiatan wanita di luar ranah domestiknya yang berdampak pada otonomi wanita dalam keluarganya. Perbedaan dalam hal otonomi memberikan implikasi tertentu pada aspek kehidupan demografis. Otonomi wanita akan meningkatkan pemakaian kontrasepsi di kalangan wanita (yang tidak lagi menginginkan anak) akibat bekerja di luar rumah. Pendidikan dalam konstelasi agraris tidak akan mampu meningkatkan otonomi wanita. Tetapi diakui bahwa, pendidikan akan meningkatkan biaya hidup bagi anak-anak mereka. Tingginya biaya hidup inilah yang mendorong para wanita untuk menggunakan alat kontrasepsi.
A. Ketidaksetaraan Jenis Kelamin dan Fertilitas
            Ketidaksetaraan jenis kelamin ini ditunjukkan oleh demikian besarnya kekuasaan kaum laki-laki terhadap sumber-sumber materiil, pengetahuan dan ideologi. Besarnya kekuasaan laki-laki tersebut berakar dari sistem sosial,, budaya dan ekonomi masyarakatnya. Makin besar kesetaraan jenis kelamin, maka akan semakin besar pula penurunan tingkat fertilitas yang terjadi.

B. Otonomi Wanita dan Fertilitas
            Otonomi wanita dapat secara langsung mempengaruhi fertilitas, atau sebagai variabel determinan yang berpengaruh terhadap variabel lainnya. Menurut Caren Mason Openheim (1985 dalam Dharmalingan & Morgan, 1996) ada tiga langkah bagi wanita menuju kebebasan otonomi dan ekonomi yang berpengaruh terhadap fertilitasnya, yaitu:
1.      Posisi wanita yang kuat dalam keluarga dapat menentukan usia perkawinannya sendiri, yang pada akhirnya mempengaruhi fertilitas karena masa reproduksi wanita ini menjadi lebih pendek.
2.      Posisi wanita dapat mempengaruhi fertilitas dalam bentuk keinginan memiliki anak, dan meningkatkan oeluang ganti rugi memiliki anak.
3.      Posisi wanita dapat mempengaruhi aturan-aturan fertillitas, dalam arti otonomi wanita dapat meningkatkan akses mereka unttuk memperoleh pengetahuan modern yang akan memungkinkan dan memudahkan mereka menjadi inovatif. 


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ”MUI Keluarkan Fatwa Haram Bagi TKW,” Harian Pagi Republika, 30 Juli 2000.
Bogue, Donald, J., Principle of Demography (New York: John Wiley and Son, Inc, 1969).
Hagul, Peter, Penelitian tentang Kependudukan dan Status Wanita di Indonesia (Yogyakarta: PPK-UGM, 1985).
Singarimbun, Maasri, Kependudukan: Liku-Liku Penurunan Kelahiran (Yogyakarta: PPSK-UGM, 1982).
Were, H., Women, Demography and Development (Canberra: Australian National University, 1981).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar